Author : Alifah Inas Apriliana (No Copas)
Ternyata dia memiliki keistimewaan yang tak pernah
kuduga. Pertemuan dan kedekatanku memang hanya sebentar, tapi rasa cintaku
tumbuh begitu dalam. Aku bingung. Walaupun 2 tahun 1 sekolah tapi baru kali ini
aku bisa sedekat ini dengannya. Aku bahkan belum tahu siapa dan bagaimana latar
belakangnya. Ya, cinta. Itu yang aku rasakan saat ini. Tak sabar ku nanti esok
hari untuk dapat melihatnya lagi.
Tadi malam aku hampir tak dapat
tidur karena kepikiran cowok itu. Harus kemana aku mencari tahu tentangnya???
Dan pagi ini aku berharap ketemu dia. Melihat matahari cerah pagi ini jadi
teringat namanya, namanya itu Fajar. Mungkin dulu lahir pas matahari terbit.
Ah, aku memang sok tau. Lalu aku pun bersiap-siap sekolah.
“Rambut beres, wajah beres. Key,
semua beres. Saatnya ke sekolah,” kataku sambil berkaca lalu keluar dan
berangkat ke sekolahku di SMP Negeri 124.
Baru sampai di gerbang, sesuatu yang
membuatku tak nyenyak tidur muncul di hadapanku. Waw, mimpi apa aku semalem?!
“Hai, Fit,” sapa orang itu yang ternyata
adalah Fajar.
“Hei, Fajar. Apa kabar?” tanyaku
agak basi untuk basa-basi (halah, apadeh).
“Begini aja, hehe. Kamu?” dia balik
nanya.
“Sama, hihi,” candaku.
“Ya udah bareng yuk!” ajaknya.
“Oke,”
Sesampainya
aku di kelas, dia pun pamit ke kelasnya. Walau hanya sebentar tapi aku seneng.
Mulai deh ngejalani aktivitas seperti biasa di sekolaaahh.
Seminggu
kemudian . . .
Hari ini aku sedih banget. Fajar, cowok yang aku
suka itu pergi. Dia pindah ke tempat yang jauh, beda pulau sama aku. Aku
menangis. Aku terpukul. Secepat itukah? Kenapa? Apa salahku? Dia bahkan belum
tahu isi hatiku. Tuhan, aku cinta dia . . .
“Ya udahlah, Fit, sabar aja ya, kalo
emang jodoh pasti ketemu lagi,”suara sahabatku yang berusaha meredakan hujan di
mataku.
“Iya, Fon, tapi itu nggak mungkin,
hiks hiks,” tangisku semakin menjadi.
“Memangnya kamu, Tuhan? Yang tau
segalanya termasuk jodoh? Kita sebagai manusia hanya bisa berusaha, berdoa,
serta berharap, tapi tetap Tuhanlah yang menentukan. Pasti juga ada kok yang
lebih baik dari dia, udahlah nggak usah nangis, jelek tauk,” ujarnya.
“Iya, Fon. Makasih ya,”
“Sama-sama, Fit,”
Jam
berganti hari, hari berganti minggu, dan minggu pun berganti bulan . . .
Aku udah punya nomer Hpnya Fajar, jadi bisa sms-an.
Walaupun jarak jauh, semakin hari perasaanku semakin dalam tak menentu. Apalagi
dia itu perhatian banget. Aku pun meminta pendapat sahabatku gimana kalo aku
nyatain perasaan ke dia.
“Fon, aku sayang banget sama dia.
Pengen banget nyatain perasaan ini. Menurut kamu gimana?” tanyaku.
“Wah, bagus dong. Itu baru namanya
Fitri. Terus apa yang dipermasalahkan?”
“Aku malu,”
“Malu? Sama siapa, sayang? Optimis
dong, ini hanya sekedar nyatain kok, nggak lebih. Beda lho sama nembak,”
“Bedanya?”
“Ya kalo nembak itu berharap jawaban
terima atau nggak, tapi kalo nyatain ya cuma nyatain nggak berharap apapun
selain perasaan lega,”
“Kok tau? Pengalaman ya?!” sindirku.
“Hehe, iya sih, Fit. Kalo kata-kata
yang barusan itu aku pernah dikasih tau sama kakak kelas. Terus kalo soal
pengalaman ya emang pernah,”
“Hah? Yang bener? Ke siapa?”
“Ya siapa lagi,”
“Emt, oke oke, aku paham. Gimana
kisahnya?”
“Ya gitu, aku bilang kalo aku suka
sama dia, tapi lewat sms. Ya ini juga cuma nyatain. malu sih apalagi di sekolah
masih sering ketemu, kalo kamu kan enggak, dia udah pindah. So??”
“Iya sih, terus responnya dia??”
“Biasa aja, kan dianya juga udah
punya pacar. Dia sih bilang ke aku kalo cowok itu ga cuma dia, masih ada yang
lain, gitu. Tapi aku bilang, aku cuma suka sama dia, hmmm. Gilak ya, muka
tembok bangett deh gue,”
“Nggak pa-pa, gentle girl, hehe,”
“Bisa aja lo, ikutin dong. Buktiin
kalo cewek juga bisa, ini bukan masalah harga diri, tapi perasaan,”
“Betul juga sih, ya nanti aku coba.
Doa’in yaa, Fona sayaaang,”
“Pastii dong, beib,”
“Makasih ya, Fon,”
“Never mind,”
Malam
harinya . . .
Via
SMS
Fajar : malem, Fit . .
Fitri : malem juga .
Fajar : lagi apa?
Fitri : belajar, kamu?
Fajar : istirahat, kayaknya aku ganggu, maaf ya .
Fitri : gpp ,ni udah selesai. Aku mau ngomong sm
kamu .
Fajar : ngomong apa?
Fitri : aku suka sama kamu sejak saat kita ketemu
di bus, lama-kelamaan perasaan ini semakin dalam ,maaf .
Fajar : . . .
Fitri : aku minta maaf kalo aku salah, aku tau
kok kalo kamu udah cinta sama orang lain, aku cm mau nyatain perasaanku .
Fajar : aku hargai. Orang lain? Siapa? Tau
darimana?
Fitri : dari Ferry, emangnya kamu suka sama
siapa?
Fajar : sama Fika ,kelas 8bhe ,tau??
Fitri : nggak i.
Fajar : ya pokoknya yg itu, maaf aku nggak ada
perasaan apapun sama kamu selain sahabat. Tapi aku akan tetap berusaha menyenangkan
hatimu, Fit . Makasih yaa .
Fitri : sama2 .
Keesokan harinya Fitri bergegas menemui sahabatnya
itu untuk curhat masalah yang semalem. Setelah ketemu, obrolan pun berlangsung
asyik.
“Tadi malem aku udah ngikutin saran
kamu,” ucapku.
“Lalu responnya??”
“Dia ngga cinta sama aku, tapi akan
berusaha menyenangkan hatiku,”
“Lho baguss dong, bagus banget
malah, ngga seperti nasibku,”
“Bagus apanya?? Dia suka sama Fika
8bhe,”
“Yang mana ya orangnya?? Ngga pernah
denger,”
“Sama,”
“Ya udahlah, Sayang, nggak usah
dipikir. Yang penting dia udah bilang akan bikin kamu seneng,”
“Amiin,”
Sebulan
kemudian . . .
“Fon, dia suka sama aku,”
“Fajar??”
“Iya, siapa lagi,”
“Waaaahh, congrats ya beib,”
“Tapi aku ngga yakin dia udah bisa
lupain Fika, Fika, itu,”
“Optimis dong, Fit, ah kamu.
Yakinlah semua akan indah pada waktunya,”
“Tapi dia juga bilang kalau dia ngga
akan kembali lagi kesini,”
“Keajaiban, hanya itu yang mungkin
bisa kamu harapkan,”
“Iya, Fon. Makasih yaa, kamu selalu
bikin aku tenang,”
“Iyaa,”
“Oiya, Fon, aku minta sesuatu ke
kamu boleh nggak?”
“Apa sih yang nggak buat kamu,”
“So sweeeeeettt. Gini, kalau nanti
ada perubahan sifatku yang bikin kamu nggak suka, kamu langsung ngomong ya,
kalau bisa saat itu juga. Aku ngga mau kehilangan sahabat-sahabat terbaikku.
Kamu juga janji ya ga akan nglupain aku soalnya sebentar lagi kita lulus,”
“Beress, aku akan ngomong kalau ada
apa-apa. Aku juga janji ngga akan pernah lupain kamu, rumah kita kan ngga
jauh-jauh amat. Asal kamu juga nglakuin yang aku lakuin,”
“Siip, aku juga janji, Fon,”
“Iya, Fit. I love you,”
“I love you too,”
Tak terasa, empat bulan pun berlalu, kini aku duduk
di kelas 1 SMA di SMA Negeri 12. Kabar yang kudengar Fona sekolah di SMA Negeri
47. Kita masih sering kontak lewat sms maupun facebook. Kita sama-sama
menikmati masa-masa SMA kita meski berbeda sekolah. Kadang-kadang juga jalan
dan main bareng-bareng. Aku dikenalkan dengan teman-temannya begitu juga
sebaliknya. Dia memang sahabat sejatiku.
Dan ternyata benar, janji kita
berdua masih berjalan hingga kini kita lulus SMA. Walaupun waktu yang lama tapi
begitu cepat ini, aku belum bisa melupakan Fajar bahkan menggantinya dengan
pria lain. Dia benar-benar spesial untukku. Dia sangat berarti meski terkadang
dia membuatku marah dan aku pun juga pernah berusaha melupakannya, but it
failed.
Hari ini adalah hari pertamaku masuk
kuliah. Aku kuliah di Universitas Tunas Bangsa. Satu hal yang membuatku sangat
gembira, aku satu kampus dengan Fona, bahkan satu jurusan dan satu kelas.
Kebahagiaan yang tiada tara bagiku. Aku tak sabar ingin bertemu dengannya lagi.
Rindu ini menggeluti kalbu. Aku segera berangkat dan aku telah janjian
dengannya bertemu di depan kampus.
“Pagiiiiii, cantiiiikkk,” sapanya.
“Fonaaaa, apa kabaaarr??” sapaku
sambil memeluknya.
“Baik, kamu?”
“Ya begini lah. Eh siapa pacar kamu
sekarang??”
“Nggak ada,”
“Mantan waktu SMA??”
“Ngga ada juga,”
“Ah masa??”
“Jujur, ya Fit, aku belum bisa
lupain Farel, aku masih sayang banget sama dia, walaupun aku ngga tau sekarang
dia dimana. Kalau begini, apa Tuhan tetap adil??”
“Fona, Tuhan itu Maha Adil, sangat
adil. Apapun yang terjadi semua sudah diatur dan pasti akan ada balasannya.
Percaya deh. Tuhan ngga akan memberi cobaan melebihi kemampuan umatnya. Aku
yakin kamu bisa, kalau jodoh ngga akan kemana, beib,”
“Oke. Ya udahlah lupain. Kamu
sendiri pacarnya siapa hayooo??”
“Aku sama kayak kamu,”
“Fajar??”
“Iya,”
“Senasib. Stop galau. Mending kita
happy, ini kan hari pertama masuk,”
“Lets gooooo,”
Kemudian kita pun berusaha melupakan kesedihan kita
dengan menikmati hari pertama kita di kampus itu. Seusai pulang, kita
menyempatkan diri untuk jalan berdua. Kita nonton, main game di mall, makan
siang, curhat-curhatan di taman, dilanjutkan JJS ke tempat-tempat menarik di
sekitar situ, lalu makan malam. Satu hal yang tak boleh dilewatkan, kita nonton
konser Superman Is Dead yang kebetulan malam itu SID hadir di kota kita. Ya,
kita sangat menyukai SID, Ladyrose gitu deh. Eh tapi sebenarnya aku ga suka
tapi juga ga benci, Fona aja sih yang suka bangett sama SID. Kalo aku sukanya
sama Ungu. Sekedar info, hehe. Kemudian kita pulang. Masing-masing sampai rumah
sekitar pukul 23.45. Walaupun larut malam, kita sangat bahagia, hilang semua
perasaan galau, bimbang, gelisah, dan segala yang berkecamuk di hati kita.
Esoknya aku dan Fona harus kuliah
lagi, tapi siang, jadi bisa bangun agak siang soalnya masih ngantuk karena tadi
malem. Dan siang ini aku seperti mendapat tamu yang tak diundang plus tak
terduga. Sial, berangkat mau masuk kelas kepala kejedot pintu, udah gitu
terlambat, diketawain abis-abisan sama temen-temen. Padahal baru hari kedua
kuliah. Dan pas mau pulang penderitaanku masih berlanjut, aku kepleset kulit
pisang di lantai bawah.
“Sial, siapa coba yang buang kulit
pisang sembarangan disini, awas kalo ketemu orangnya, huhh,” omelku sendirian
karena Fona udah pulang duluan.
“Aku orangnya, maaf ya,” ucap
seorang cowok yang tiba-tiba nongol di depanku.
“Oh jadi elo? Heh, liat tuh tempat
sampah, gilak yaa. . . Jaga kebersihan dong, nyelakain orang nih,”
“Iya, kan udah minta maaf mbak,”
“Nggak tau apa orang lagi emosi.
Dasar hari siaaalll,” aku ngomel ga jelas.
“Nama mbak siapa? Aku Rafa,”
“Eh gilak ya, udah nyelakain gue,
beraninya lo ngajak kenalan,”
“Allah aja mau memaafkan umatNya,
masa mbak yang umat ngga bisa memaafkan sesamanya yang meminta maaf dengan
tulus??”
“Iye, gue maapin,”
“Ikhlas??”
“Iklhaass,” ucapku tersenyum pahit
berusaha ikhlas.
“Siapa nama mbak?”
“Fitri,”
“Seperti nama . . . “ ucap cowok
yang mengaku Rafa itu terhenti seketika.
“Nama apa?”
“Nama seorang cewek yang begitu
spesial dihatiku,”
“Oh ya? Waw. Pacar kamu?”
“Bukan, aku aja ngga tau dia sekarang
dimana. Aku kangen banget sama dia,”
“Kok nasib kita sama ya,”
“Oh ya? Maaf kalau aku lancang
curhat sama kamu,”
“Ngga pa-pa,”
“Kalau boleh tau, siapa nama cowok
yang kamu cintai itu?”
“Fajar,” kulihat si Rafa hanya
terdiam.
“Kok diem?” tanyaku.
“Fit, sebenernya . . . “
“Apa?”
“Aku itu . . . “
“Kamu itu??”
“Aku itu Fajar,”
“Hah? Ap apa?? Nggak mungkin,” tanyaku
gagap seolah tak percaya.
“Apa yang tak mungkin. Nama
lengkapku Fajar Muhammad Rafa, dan kamu . . . Fitri Ayunindya kan??”
“Ya . . . tapi dulu kamu bilang
kalau . . . “ ucapanku terpotong olehnya.
“Tapi ternyata engga, ayahku tetap
harus kembali kesini dan selamanya disini. Fit, apa kamu masih mencintaiku??”
“Aku . . u . . emt, aku . . . Aku
masih . . sayang kamu,”
“Aku juga, Fit. Maafin aku ya,”
“Ngga pa-pa,” kita pun berpelukan.
“Ciyeee, yang lagi happy,” ucap
seseorang yang membuatku melepaskan pelukan Fajar yang begitu hangat.
“Fona?? Tadi katanya duluan??”
“Iya awalnya gitu, tapi kalau kunci
rumah ketinggalan di laci mana bisa masuk?!”
“Yaa . . yaa . . “
“Congrats ya, semoga langgeng, cepet
nikah,”
“Ammiinn,” ucapku dan Fajar atau
Rafa serentak.
“Thanks, Fon. Lo emang sahabat gue.
Tapi gue tetep menomortigakan lo setelah Allah dan orangtua gue,”
“Iya, sayang,” aku memeluk Fona.
“Ya udah, aku pulang dulu yaa, bye,”
“Tunggu, Fon. Gue yakin suatu saat
lo juga akan mendapat cinta yang lo dambakan. Semangat ya, Fon. Gue slalu
dukung, lo. Gue tau lo cewek kuat,”
“Iya, sayang, tenang aja . . . bye,”
“Say, kamu tau nggak apa arti nama
kita?”
“Emt, emang apa?”
“Fajar itu kan artinya matahari,
matahari itu selalu setia menyinari dunia ini. Jadi Fajar itu diciptakan khusus
hanya untuk Fitri, Fajar janji akan selalu setia kepada Fitri,”
“Kalo Fitri??” tanyaku.
“Fitri itu artinya suci. Kesetiaanku
akan menjaga kesucianmu hingga saatnya tiba. Beberapa tahun lagi aku akan
meminangmu, sayang. Will you marry me someyears later??”
“Of course,”
“I’ll always love you,” ucapnya.
“And you’ll be the last for me,”
jawabku.
The End
Tidak ada komentar:
Posting Komentar