Jumat, 16 Maret 2012

My Faith

Author : Alifah Inas Apriliana (No Copas)

Ternyata dia memiliki keistimewaan yang tak pernah kuduga. Pertemuan dan kedekatanku memang hanya sebentar, tapi rasa cintaku tumbuh begitu dalam. Aku bingung. Walaupun 2 tahun 1 sekolah tapi baru kali ini aku bisa sedekat ini dengannya. Aku bahkan belum tahu siapa dan bagaimana latar belakangnya. Ya, cinta. Itu yang aku rasakan saat ini. Tak sabar ku nanti esok hari untuk dapat melihatnya lagi.
Tadi malam aku hampir tak dapat tidur karena kepikiran cowok itu. Harus kemana aku mencari tahu tentangnya??? Dan pagi ini aku berharap ketemu dia. Melihat matahari cerah pagi ini jadi teringat namanya, namanya itu Fajar. Mungkin dulu lahir pas matahari terbit. Ah, aku memang sok tau. Lalu aku pun bersiap-siap sekolah.
“Rambut beres, wajah beres. Key, semua beres. Saatnya ke sekolah,” kataku sambil berkaca lalu keluar dan berangkat ke sekolahku di SMP Negeri 124.
Baru sampai di gerbang, sesuatu yang membuatku tak nyenyak tidur muncul di hadapanku. Waw, mimpi apa aku semalem?!
“Hai, Fit,” sapa orang itu yang ternyata adalah Fajar.
“Hei, Fajar. Apa kabar?” tanyaku agak basi untuk basa-basi (halah, apadeh).
“Begini aja, hehe. Kamu?” dia balik nanya.
“Sama, hihi,” candaku.
“Ya udah bareng yuk!” ajaknya.
“Oke,”
Sesampainya aku di kelas, dia pun pamit ke kelasnya. Walau hanya sebentar tapi aku seneng. Mulai deh ngejalani aktivitas seperti biasa di sekolaaahh.

Seminggu kemudian . . .

Hari ini aku sedih banget. Fajar, cowok yang aku suka itu pergi. Dia pindah ke tempat yang jauh, beda pulau sama aku. Aku menangis. Aku terpukul. Secepat itukah? Kenapa? Apa salahku? Dia bahkan belum tahu isi hatiku. Tuhan, aku cinta dia . . .
“Ya udahlah, Fit, sabar aja ya, kalo emang jodoh pasti ketemu lagi,”suara sahabatku yang berusaha meredakan hujan di mataku.
“Iya, Fon, tapi itu nggak mungkin, hiks hiks,” tangisku semakin menjadi.
“Memangnya kamu, Tuhan? Yang tau segalanya termasuk jodoh? Kita sebagai manusia hanya bisa berusaha, berdoa, serta berharap, tapi tetap Tuhanlah yang menentukan. Pasti juga ada kok yang lebih baik dari dia, udahlah nggak usah nangis, jelek tauk,” ujarnya.
“Iya, Fon. Makasih ya,”
“Sama-sama, Fit,”

Jam berganti hari, hari berganti minggu, dan minggu pun berganti bulan . . .

Aku udah punya nomer Hpnya Fajar, jadi bisa sms-an. Walaupun jarak jauh, semakin hari perasaanku semakin dalam tak menentu. Apalagi dia itu perhatian banget. Aku pun meminta pendapat sahabatku gimana kalo aku nyatain perasaan ke dia.
“Fon, aku sayang banget sama dia. Pengen banget nyatain perasaan ini. Menurut kamu gimana?” tanyaku.
“Wah, bagus dong. Itu baru namanya Fitri. Terus apa yang dipermasalahkan?”
“Aku malu,”
“Malu? Sama siapa, sayang? Optimis dong, ini hanya sekedar nyatain kok, nggak lebih. Beda lho sama nembak,”
“Bedanya?”
“Ya kalo nembak itu berharap jawaban terima atau nggak, tapi kalo nyatain ya cuma nyatain nggak berharap apapun selain perasaan lega,”
“Kok tau? Pengalaman ya?!” sindirku.
“Hehe, iya sih, Fit. Kalo kata-kata yang barusan itu aku pernah dikasih tau sama kakak kelas. Terus kalo soal pengalaman ya emang pernah,”
“Hah? Yang bener? Ke siapa?”
“Ya siapa lagi,”
“Emt, oke oke, aku paham. Gimana kisahnya?”
“Ya gitu, aku bilang kalo aku suka sama dia, tapi lewat sms. Ya ini juga cuma nyatain. malu sih apalagi di sekolah masih sering ketemu, kalo kamu kan enggak, dia udah pindah. So??”
“Iya sih, terus responnya dia??”
“Biasa aja, kan dianya juga udah punya pacar. Dia sih bilang ke aku kalo cowok itu ga cuma dia, masih ada yang lain, gitu. Tapi aku bilang, aku cuma suka sama dia, hmmm. Gilak ya, muka tembok bangett deh gue,”
“Nggak pa-pa, gentle girl, hehe,”
“Bisa aja lo, ikutin dong. Buktiin kalo cewek juga bisa, ini bukan masalah harga diri, tapi perasaan,”
“Betul juga sih, ya nanti aku coba. Doa’in yaa, Fona sayaaang,”
“Pastii dong, beib,”
“Makasih ya, Fon,”
“Never mind,”

Malam harinya . . .

Via SMS
Fajar   : malem, Fit . .
Fitri     : malem juga .
Fajar   : lagi apa?
Fitri     : belajar, kamu?
Fajar   : istirahat, kayaknya aku ganggu, maaf ya .
Fitri     : gpp ,ni udah selesai. Aku mau ngomong sm kamu .
Fajar   : ngomong apa?
Fitri     : aku suka sama kamu sejak saat kita ketemu di bus, lama-kelamaan perasaan ini semakin dalam ,maaf .
Fajar   : . . .
Fitri     : aku minta maaf kalo aku salah, aku tau kok kalo kamu udah cinta sama orang lain, aku cm mau nyatain perasaanku .
Fajar   : aku hargai. Orang lain? Siapa? Tau darimana?
Fitri     : dari Ferry, emangnya kamu suka sama siapa?
Fajar   : sama Fika ,kelas 8bhe ,tau??
Fitri     : nggak i.
Fajar   : ya pokoknya yg itu, maaf aku nggak ada perasaan apapun sama kamu selain sahabat. Tapi aku akan tetap berusaha menyenangkan hatimu, Fit . Makasih yaa .
Fitri     : sama2 .

Keesokan harinya Fitri bergegas menemui sahabatnya itu untuk curhat masalah yang semalem. Setelah ketemu, obrolan pun berlangsung asyik.
“Tadi malem aku udah ngikutin saran kamu,” ucapku.
“Lalu responnya??”
“Dia ngga cinta sama aku, tapi akan berusaha menyenangkan hatiku,”
“Lho baguss dong, bagus banget malah, ngga seperti nasibku,”
“Bagus apanya?? Dia suka sama Fika 8bhe,”
“Yang mana ya orangnya?? Ngga pernah denger,”
“Sama,”
“Ya udahlah, Sayang, nggak usah dipikir. Yang penting dia udah bilang akan bikin kamu seneng,”
“Amiin,”

Sebulan kemudian . . .

“Fon, dia suka sama aku,”
“Fajar??”
“Iya, siapa lagi,”
“Waaaahh, congrats ya beib,”
“Tapi aku ngga yakin dia udah bisa lupain Fika, Fika, itu,”
“Optimis dong, Fit, ah kamu. Yakinlah semua akan indah pada waktunya,”
“Tapi dia juga bilang kalau dia ngga akan kembali lagi kesini,”
“Keajaiban, hanya itu yang mungkin bisa kamu harapkan,”
“Iya, Fon. Makasih yaa, kamu selalu bikin aku tenang,”
“Iyaa,”
“Oiya, Fon, aku minta sesuatu ke kamu boleh nggak?”
“Apa sih yang nggak buat kamu,”
“So sweeeeeettt. Gini, kalau nanti ada perubahan sifatku yang bikin kamu nggak suka, kamu langsung ngomong ya, kalau bisa saat itu juga. Aku ngga mau kehilangan sahabat-sahabat terbaikku. Kamu juga janji ya ga akan nglupain aku soalnya sebentar lagi kita lulus,”
“Beress, aku akan ngomong kalau ada apa-apa. Aku juga janji ngga akan pernah lupain kamu, rumah kita kan ngga jauh-jauh amat. Asal kamu juga nglakuin yang aku lakuin,”
“Siip, aku juga janji, Fon,”
“Iya, Fit. I love you,”
“I love you too,”

Tak terasa, empat bulan pun berlalu, kini aku duduk di kelas 1 SMA di SMA Negeri 12. Kabar yang kudengar Fona sekolah di SMA Negeri 47. Kita masih sering kontak lewat sms maupun facebook. Kita sama-sama menikmati masa-masa SMA kita meski berbeda sekolah. Kadang-kadang juga jalan dan main bareng-bareng. Aku dikenalkan dengan teman-temannya begitu juga sebaliknya. Dia memang sahabat sejatiku.
Dan ternyata benar, janji kita berdua masih berjalan hingga kini kita lulus SMA. Walaupun waktu yang lama tapi begitu cepat ini, aku belum bisa melupakan Fajar bahkan menggantinya dengan pria lain. Dia benar-benar spesial untukku. Dia sangat berarti meski terkadang dia membuatku marah dan aku pun juga pernah berusaha melupakannya, but it failed.
Hari ini adalah hari pertamaku masuk kuliah. Aku kuliah di Universitas Tunas Bangsa. Satu hal yang membuatku sangat gembira, aku satu kampus dengan Fona, bahkan satu jurusan dan satu kelas. Kebahagiaan yang tiada tara bagiku. Aku tak sabar ingin bertemu dengannya lagi. Rindu ini menggeluti kalbu. Aku segera berangkat dan aku telah janjian dengannya bertemu di depan kampus.
“Pagiiiiii, cantiiiikkk,” sapanya.
“Fonaaaa, apa kabaaarr??” sapaku sambil memeluknya.
“Baik, kamu?”
“Ya begini lah. Eh siapa pacar kamu sekarang??”
“Nggak ada,”
“Mantan waktu SMA??”
“Ngga ada juga,”
“Ah masa??”
“Jujur, ya Fit, aku belum bisa lupain Farel, aku masih sayang banget sama dia, walaupun aku ngga tau sekarang dia dimana. Kalau begini, apa Tuhan tetap adil??”
“Fona, Tuhan itu Maha Adil, sangat adil. Apapun yang terjadi semua sudah diatur dan pasti akan ada balasannya. Percaya deh. Tuhan ngga akan memberi cobaan melebihi kemampuan umatnya. Aku yakin kamu bisa, kalau jodoh ngga akan kemana, beib,”
“Oke. Ya udahlah lupain. Kamu sendiri pacarnya siapa hayooo??”
“Aku sama kayak kamu,”
“Fajar??”
“Iya,”
“Senasib. Stop galau. Mending kita happy, ini kan hari pertama masuk,”
“Lets gooooo,”

Kemudian kita pun berusaha melupakan kesedihan kita dengan menikmati hari pertama kita di kampus itu. Seusai pulang, kita menyempatkan diri untuk jalan berdua. Kita nonton, main game di mall, makan siang, curhat-curhatan di taman, dilanjutkan JJS ke tempat-tempat menarik di sekitar situ, lalu makan malam. Satu hal yang tak boleh dilewatkan, kita nonton konser Superman Is Dead yang kebetulan malam itu SID hadir di kota kita. Ya, kita sangat menyukai SID, Ladyrose gitu deh. Eh tapi sebenarnya aku ga suka tapi juga ga benci, Fona aja sih yang suka bangett sama SID. Kalo aku sukanya sama Ungu. Sekedar info, hehe. Kemudian kita pulang. Masing-masing sampai rumah sekitar pukul 23.45. Walaupun larut malam, kita sangat bahagia, hilang semua perasaan galau, bimbang, gelisah, dan segala yang berkecamuk di hati kita.
Esoknya aku dan Fona harus kuliah lagi, tapi siang, jadi bisa bangun agak siang soalnya masih ngantuk karena tadi malem. Dan siang ini aku seperti mendapat tamu yang tak diundang plus tak terduga. Sial, berangkat mau masuk kelas kepala kejedot pintu, udah gitu terlambat, diketawain abis-abisan sama temen-temen. Padahal baru hari kedua kuliah. Dan pas mau pulang penderitaanku masih berlanjut, aku kepleset kulit pisang di lantai bawah.
“Sial, siapa coba yang buang kulit pisang sembarangan disini, awas kalo ketemu orangnya, huhh,” omelku sendirian karena Fona udah pulang duluan.
“Aku orangnya, maaf ya,” ucap seorang cowok yang tiba-tiba nongol di depanku.
“Oh jadi elo? Heh, liat tuh tempat sampah, gilak yaa. . . Jaga kebersihan dong, nyelakain orang nih,”
“Iya, kan udah minta maaf mbak,”
“Nggak tau apa orang lagi emosi. Dasar hari siaaalll,” aku ngomel ga jelas.
“Nama mbak siapa? Aku Rafa,”
“Eh gilak ya, udah nyelakain gue, beraninya lo ngajak kenalan,”
“Allah aja mau memaafkan umatNya, masa mbak yang umat ngga bisa memaafkan sesamanya yang meminta maaf dengan tulus??”
“Iye, gue maapin,”
“Ikhlas??”
“Iklhaass,” ucapku tersenyum pahit berusaha ikhlas.
“Siapa nama mbak?”
“Fitri,”
“Seperti nama . . . “ ucap cowok yang mengaku Rafa itu terhenti seketika.
“Nama apa?”
“Nama seorang cewek yang begitu spesial dihatiku,”
“Oh ya? Waw. Pacar kamu?”
“Bukan, aku aja ngga tau dia sekarang dimana. Aku kangen banget sama dia,”
“Kok nasib kita sama ya,”
“Oh ya? Maaf kalau aku lancang curhat sama kamu,”
“Ngga pa-pa,”
“Kalau boleh tau, siapa nama cowok yang kamu cintai itu?”
“Fajar,” kulihat si Rafa hanya terdiam.
 “Kok diem?” tanyaku.
“Fit, sebenernya . . . “
“Apa?”
“Aku itu . . . “
“Kamu itu??”
“Aku itu Fajar,”
“Hah? Ap apa?? Nggak mungkin,” tanyaku gagap seolah tak percaya.
“Apa yang tak mungkin. Nama lengkapku Fajar Muhammad Rafa, dan kamu . . . Fitri Ayunindya kan??”
“Ya . . . tapi dulu kamu bilang kalau . . . “ ucapanku terpotong olehnya.
“Tapi ternyata engga, ayahku tetap harus kembali kesini dan selamanya disini. Fit, apa kamu masih mencintaiku??”
“Aku . . u . . emt, aku . . . Aku masih . . sayang kamu,”
“Aku juga, Fit. Maafin aku ya,”
“Ngga pa-pa,” kita pun berpelukan.
“Ciyeee, yang lagi happy,” ucap seseorang yang membuatku melepaskan pelukan Fajar yang begitu hangat.
“Fona?? Tadi katanya duluan??”
“Iya awalnya gitu, tapi kalau kunci rumah ketinggalan di laci mana bisa masuk?!”
“Yaa . . yaa . . “
“Congrats ya, semoga langgeng, cepet nikah,”
“Ammiinn,” ucapku dan Fajar atau Rafa serentak.
“Thanks, Fon. Lo emang sahabat gue. Tapi gue tetep menomortigakan lo setelah Allah dan orangtua gue,”
“Iya, sayang,” aku memeluk Fona.
“Ya udah, aku pulang dulu yaa, bye,”
“Tunggu, Fon. Gue yakin suatu saat lo juga akan mendapat cinta yang lo dambakan. Semangat ya, Fon. Gue slalu dukung, lo. Gue tau lo cewek kuat,”
“Iya, sayang, tenang aja . . . bye,”

“Say, kamu tau nggak apa arti nama kita?”
“Emt, emang apa?”
“Fajar itu kan artinya matahari, matahari itu selalu setia menyinari dunia ini. Jadi Fajar itu diciptakan khusus hanya untuk Fitri, Fajar janji akan selalu setia kepada Fitri,”
“Kalo Fitri??” tanyaku.
“Fitri itu artinya suci. Kesetiaanku akan menjaga kesucianmu hingga saatnya tiba. Beberapa tahun lagi aku akan meminangmu, sayang. Will you marry me someyears later??”
“Of course,”
“I’ll always love you,” ucapnya.
“And you’ll be the last for me,” jawabku.


The End

Tidak ada komentar:

Posting Komentar